Kisah 3 orang zindik
Kisah ini saya kutip dari sebuah kitab berbahasa arab. Dan ini terjemah bebasnya...
Tiga orang zindiq dan ulama cerdas Dalam suatu kesempatan, sepakatlah tiga orang zindiq menguji kehebatan seorang ulama, syaikh, atau sebut saja kyai. Suatu ketika sang kyai dalam perjalanan jauh, lelah, letih dan payah. Beliau pun berhenti dari perjalanannya dan istirahat. Beliau ingin membaringkan tubuhnya, beristirahat, tidur sebentar di bawah sebuah pohon yang besar.
Itulah saat-saat yang ditunggu oleh orang-orang zindiq itu. Mereka sepakat masing-masing mengajukan satu pertanyaan kepada kyai dengan cepat mendadak dan mengagetkan tatkala rasa kantuknya sedang berat2nya, dengan harapan sang kyai tak bisa menjawab dengan cerdas.
Tentu saja masing-masing sudah menyiapkan pertanyaan yang dirasa oleh mereka tak mungkin mampu dijawab oleh sang kyai. Saat mata mulai terpejam, orang-orang zindiq datang dengan segera. Dan orang zindiq pertama bertanya, “Pak Kyai saya tidak pernah bertemu dengan allah bagaimana saya bisa beriman Pak Kyai?”
Mendapat pertanyaan yang mendadak tersebut, sang kyai kaget dan hendak berkata sesuatu. Namun mendadak orang zindiq kedua bertanya, “Pak Kyai semua perbuatan itu sudah ditentukan allah, lalu mengapa kita masih dituntut oleh Nya?
Lagi-lagi Pak Kyai kaget dan hendak menjawap pertanyaan itu. Tiba-tiba pertanyaan ketiga muluncur dari orang zindiq ketiga. “Pak Kyai, setan itu diciptakan dari api, bagaimana mungkin ia dibakar, disiksa dengan api, apa dia bisa merasa sakitnya?”
Pak Kyai pun dengan tenang mengambil beberapa bongkahan tanah keras, dan masing-masing orang zindiq tersebut dilempar dengan tanah keras tersebut sehingga membuat kepala mereka benjol-benjol.
Mendapat perlakuan yang kasar dari Pak Kyai, tiga orang zindiq tidak terima dan melapor ke hakim di wilayah tersebut. Orang zindiq pertama berkata, “Pak hakim saya hanya mengajukan pertanyaan pada kyai itu, tapi dia justru melempariku dengan tanah keras yang membuat kepalaku benjol2 aku tak terima. Aku butuh jawaban bukan lemparan tanah keras itu.”
Pak Kyai berkata, bukankah kamu tadi yang berkata bahwa bagaimana mungkin bisa percaya kepada allah sementara kau tidak bisa melihatnya. Maka aku lempar tanah keras itu. Orang zindiq berkata, “Ya itulah yang membuat aku sakit.”
Pak Kyai berkata, “sakit. mana rasa sakit itu, tunjukkan padaku, aku tidak percaya kalau kau sakit karena aku tak bisa melihat rasa sakit itu. Sebagaimana kau tidak bisa percaya allah karena kau tak melihatnya.”
“Dan aku Pak Kyai,” kata orang zindiq ke dua. “Ya kamu, bukankah kau yang tadi berkata, bukankah allah telah menetapkan semua perbuatan mengapa aku harus dituntut. Ketahuilah yang aku lakukan telah ditetapkan Allah, lalu mengapa kau menuntut aku?” kata Pak Kyai.
“Dan kamu, hai yang berkata, setan diciptakan dari api mengapa disiksa dengan api, apa itu menyakitkan. Bukankah kamu diciptakan dari tanah dan karena itu aku lempar kau dengan tanah. Apakah kau tidak merasakan sakit?” tanya Pak Kyai.
Cerita Hikmah:
ORANG KAYA DAN ORANG MISKIN BERTEMU DI SURGA
Alkisah, di suatu negeri pernah hidup seorang kaya
raya, yang rajin beribadah dan beramal. Meski kaya
raya, ia tak sombong atau membanggakan kekayaannya.
Kekayaannya digunakan untuk membangun rumah ibadat,
menyantuni anak yatim, membantu saudara, kerabat dan
tetangga-tetangganya yang miskin dan kekurangan, serta
berbagai amal sosial lainnya. Di musim paceklik, ia
membagikan bahan pangan dari kebunnya yang
berhektar-hektar kepada banyak orang yang kesusahan.
Salah satu yang sering dibantu adalah seorang
tetangganya yang miskin.
Dikisahkan, sesudah meninggal, berkat banyaknya amal,
si orang kaya ini pun masuk surga. Secara tak terduga,
di surga yang sama, ia bertemu dengan mantan
tetangganya yang miskin dulu. Ia pun menyapa.
"Apa kabar, sobat! Sungguh tak terduga, bisa bertemu
kamu di sini," ujar si kaya.
"Mengapa tidak? Bukankah Tuhan memberikan surga pada
siapa saja yang dikehendaki-Nya, tanpa memandang kaya
dan miskin?" jawab si miskin.
"Jangan salah paham, sobat. Tentu saja aku paham,
Tuhan Maha Pengasih kepada semua umat-Nya tanpa
memandang kaya-miskin. Cuma aku ingin tahu, amalan
apakah yang telah kau lakukan sehingga mendapat
karunia surga ini?"
"Oh, sederhana saja. Aku mendapat pahala atas amalan
membangun rumah ibadat, menyantuni anak yatim,
membantu saudara, kerabat dan tetangga yang miskin dan
kekurangan, serta berbagai amal sosial lainnya...."
"Bagaimana itu mungkin?" ujar si kaya, heran.
"Bukankah waktu di dunia dulu kamu sangat miskin.
Bahkan seingatku, untuk nafkah hidup sehari-hari saja
kamu harus berutang kanan-kiri?"
"Ucapanmu memang benar," jawab si miskin. "Cuma waktu
di dunia dulu, aku sering berdoa: Oh, Tuhan!
Seandainya aku diberi kekayaan materi seperti
tetanggaku yang kaya itu, aku berniat membangun rumah
ibadat, menyantuni anak yatim, membantu saudara,
kerabat dan tetangga yang miskin dan banyak amal
lainnya. Tapi apapun yang kau berikan untukku, aku
akan ikhlas dan sabar menerimanya."
"Rupanya, meski selama hidup di dunia aku tak pernah
berhasil mewujudkannya, ternyata semua niat baikku
yang tulus itu dicatat oleh Tuhan. Dan aku diberi
pahala, seolah-olah aku telah melakukannya. Berkat
semua niat baik itulah, aku diberi ganjaran surga ini
dan bisa bertemu kamu di sini," lanjut si miskin.
Maka perbanyaklah niat baik dalam hati Anda. Bahkan
jika Anda tidak punya kekuatan atau kekuasaan untuk
mewujudkan niat baik itu dalam kehidupan sekarang,
tidak ada niat baik yang tersia-sia di mata Tuhan…..
Sumber: Anonim
Cerita Tukang Ojek Sepeda
Bagikan
25 Januari 2010 jam 18:43
Beberapa hari lalu sewaktu Jakarta di guyur hujan deras dan air di kali sunter mulai terlihat meninggi (rumah saya hanya berseberangan dengan kali Sunter) saya melihat seorang Bapak Tua tukang ojek sepeda sedang neduh di bawah pohon yang rindang, mungkin dalam pikiran Bapak tukang ojek sepeda, pohon itu bisa melindunginya dari hujan yang sangat lebat, karena pada kenyataannya Bapak tua itu tetap basah dan menggigil kedinginan.
Karena nggak tega, saya panggil bapak tua itu untuk pindah dan berteduh di teras depan rumah. Sambil menemani Bapak tua itu, saya ajak beliau ngobrol sambil menyodorkan segelas teh panas. Saat saya tanya kenapa berteduh di bawah pohon, karena toh tetap juga basah, bapak tua itu berkata, sebenarnya saya tadi sudah mau numpang berteduh disini, tapi saya nggak berani masuk meski pagar tidak tertutup.
Bapak Tua itu melanjutkan ceritanya, sebenarnya bu, saat berteduh di bawah pohon tadi, untuk menghibur diri karena kedinginan dan nggak tahan sama angin yang kencang, saya membayangkan sedang minum segelas teh manis panas dan bisa berteduh di rumah ini, ujar Bapak tua si tukang ojek sepeda, ternyata nggak lama Ibu keluar dan saya dikasih teh panas sama Ibu lanjut Bapak tua tadi sambil ketawa lebar, rezeki ya bu.. lanjutnya lagi.
Dalam hati saya tersenyum, Bapak tua ini nggak perlu belajar NLP tapi sudah sangat NgeNeLPe. Kemudian Bapak tadi bergumam lagi, hidup sekarang susah bu..., seharian ngenjot sepeda dapetnya cuma 30rb paling mentok 50rb, orang malu kalu naik ojek sepeda, saingan sama ohjek motor berat banget....belum lagi kalau bannya bocor, seharian saya nggak makan, karena uangnya nggak cukup buat ongkos sekolah sama makan anak2 istri saya di rumah.
Ada perasaan nggak tega sebenarnya dan saya putuskan nggak mau cerita ini berlanjut dan jadi panjang, saya langsung break state keluhan Pak Tua tukang Ojek sepeda ini.
Saya tanya, waktu berteduh di bawah pohon dan membayangkan minum teh panas tadi, perasaannya bapak bagaimana dan kenapa bapak membayangkan minum teh panas.
Bapak tua itu spontan menjawab karena saya kedinginan bu, jadi saya bayangkan saja sedang minum teh panas, dan badan saya jadi agak berkurang dinginnya. Bagus dung pak, komentar saya spontan, kalau gitu mending bapak juga melakukan hal yang sama waktu ngojek sepeda, dari pada mikirin saingan banyak dan sepi penumpang mending bapak bayangkan saja jalan yang bapak lalui bersih dari segala macam benda yang bisa bikin ban sepeda bapak bocor, trus bapak bayangin setiap hari bapak dapet penumpang minimal 10 orang, kalau 1 orang naik ojek sepeda bayar Rp. 7ribu, dapet penumpang 10, kan sudah dapet 70ribu pak, ujar saya. Kalau tadi bapak bisa membayangkan minum teh panas dan sekarang bapak bener minum teh panas, artinya bapak juga bisa membayangkan dapet penumpang 10 orang.
Sejenak saya melihat guratan semangat di wajahnya yang terlihat banyak kerutan, iya juga ya bu..., dari pada mikir yang nggak-nggak mending mikir yang bikin dapet duit. Pembicaraan yang tadinya sendu berubah jadi lebih bersemangat, saat hujan reda, tukang ojek itu pun pergi.
Tadi pagi, saat saya baru keluar dari pagar mau antar anak sekolah, tukang ojek sepeda itu lewat, beliau menyapa saya, pagi bu..., sambil menghentikan sepedanya, saya jawab pagi pak, sambil bertanya kabar, senyum sumringah saya dapet dari bapak tua ini sambil berkata ibu bener, saya kalu mikir jelek dapetnya jelek, kalu mikirnya baik ya Alhamdulillah saya sekarang bisa dapet penumpang rata-rata 10. makasih ya bu, sekarang saya berhenti mikir yang jelek-jelek, enak saya hasilnya jadi lumayan, rasanya plong....
Saya ketawa sambil pamitan....
Sepanjang jalan sambil mengingat-ingat waktu saya bicara dengan tukang ojek sepeda, apa yang saya sudah lakukan ya.... ternyata saya mainkan submodality-nya dan sudah menggunakan anchor tanpa harus menyentuh.
Kisah Seekor Ulat dengan Nabi Daud as
Dalam sebuah kitab Imam Al-Ghazali menceritakan pada suatu ketika tatkala Nabi Daud a.s. sedang duduk dalam suraunya sambil membaca kitab az-Zabur, dengan tiba-tiba dia terpandang seekor ulat merah pada debu.
Lalu Nabi Daud a.s. berkata pada dirinya, “Apa yang dikehendaki Allah dengan ulat ini?”
Sebaik sahaja Nabi Daud selesai berkata begitu, maka Allah pun mengizinkan ulat merah itu berkata-kata. Lalu ulat merah itu pun mula berkata-kata kepada Nabi Daud a.s. “Wahai Nabi Allah! Allah S.W.T telah mengilhamkan kepadaku untuk membaca ‘Subhanallahu walhamdulillahi wala ilaha illallahu wallahu akbar’ setiap hari sebanyak 1000 kali dan pada malamnya Allah mengilhamkan kepadaku supaya membaca ‘Allahumma solli ala Muhammadin annabiyyil ummiyyi wa ala alihi wa sohbihi wa sallim’ setiap malam sebanyak 1000 kali.
Setelah ulat merah itu berkata demikian, maka dia pun bertanya kepada Nabi Daud a.s. “Apakah yang dapat kamu katakan kepadaku agar aku dapat faedah darimu?”
Akhirnya Nabi Daud menyedari akan kesilapannya kerana memandang remeh akan ulat tersebut, dan dia sangat takut kepada Allah S.W.T. maka Nabi Daud a.s. pun bertaubat dan menyerah diri kepada Allah S.W.T.
Begitulah sikap para Nabi a.s. apabila mereka menyedari kesilapan yang telah dilakukan maka dengan segera mereka akan bertaubat dan menyerah diri kepada Allah S.W.T.
Kisah-kisah yang berlaku pada zaman para nabi bukanlah untuk kita ingat sebagai bahan sejarah, tetapi hendaklah kita jadikan sebagai teladan supaya kita tidak memandang rendah kepada apa sahaja makhluk Allah y